Minggu, 07 Mei 2017

1423305186

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM PADA LEMBAGA – LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM FORMAL DAN NON FORMAL
( Studi Kasus di MI Ya BAKII Kesugihan 03 dan Pondok Pesantren Asaasunnajaah Kesugihan Cilacap )
            









Laporan perjalanan ini Disusun untuk memenuhi
 Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu :
Rahman Afandi M.S.I
     
Disusun Oleh ;
Nama : Asmah Amalia Zain
NIM   :  1423305186



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2017


BAB 1
PENDAHULUAN

Lembaga Pendidikan Islam dibagi menjadi dua lembaga yaitu Pendidikan di lembaga formal dan Pendidikan di lembaga non formal, disetiap masing – masing lembaga pasti mempunyai problematika dalam pendidikan islam, misalnya dilembaga formal, tingkat madrasah ibtidaiyyah terdapat problematika dalam pendidikan islam diantaranya Problema Kurikulum, dalam pendidikan, Perubahan Kurikulum, yang lazim menjadi masalah pendidikan di Indonesia sering kali berubah bahkan sampai muncul kesan bahwa setiap pergantian menteri pendidikan hampir dapat dipastikan terjadi pergantian kurikulum, padahal perubahan kurikulum berpengaruh kuat terhadap proses belajar mengajar antara pendidik dan peserta didik, serta terhadap beban hidup masyarakat.[1]Problema Pendidik, dalam setiap satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar, pendidik merupakan sentral pelaksana kurikulum, pembahasan problema pendidik difokuskan pada masalah kualitas pendidik, kuantitas pendidik, kenaikan pangkat pendidik, dedikasi pendidik dan kesejahteraannya. [2]
Problema peserta didik, dalam bidang inovasi pendidikan, beberapa banyak pendidik akhirnya akan menetapkan keputusaan, Inovasi yang melekat padanya seringkali menjadi tujuan dan peserta didik menjadi hilang dalam pergantian, banyak yang berfikir bahwa peserta didik sebagai potensi pewaris perubahan, mereka hanya memikirkan hasil prestasi atau pencapaian skill, sikap dan pekerjaan, tetapi mereka jarang memikirkan peserta didik sebagai partisipan dalam sebuah proses perubahan dan kehidupan organisasi.[3] Problematika Sarana dan prasarana, jika sarana dan prasarana dapat tercukupi maka tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai dengan efektif dan efisien, begitu juga sebaliknya apabila tidak tercukupi maka tujuan pendidikan disekolah tidak akan dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Problematika keuangan, Pendidikan membutuhkan biaya yang banyak. Pendidikan yang berkualitas itu mahal, dengan demikian, variasi pembiayaan pendidikan akan sangat bervariasi. Oleh karena itu, keuangan atau pembiayaan pendidikan di lembaga – lembaga pendidikan atau sekolah menjadi factor esencial.[4] Lalu lembaga pendidikan non formal, misalnya pondok pesantren, pesantren adalah salah satu jenis lembaga pendidikan islam yang ada di Indonesia yang oleh Nurcholis Majid disebut sebagai lembaga pendidikan yang indigenous ( memiliki makna keaslian ) Indonesia. Tuntutan perubahan pada penyelenggaraan pendidikan islam adalah juga tuntutan perubahan untuk pesantren.[5]
 Di lembaga pendidikan non formal, pondok pesantren terdapat problematika pendidikan islam, diantaranya problematika manajemen perubahan di lembaga pondok pesantren, salah satu problema yang terjadi di lingkungan pesantren adalah manajemen di lingkungan pondok pesantren masih belum tertata rapi. Problematika kualitas santri, yang makin kedepannya makin menurun, misalnya santri yang berprestasi, Problematika peraturan di pondok pesantren, peraturan yang terdapat di pondok pesantren yang harus ditaati peraturannya tetapi banyak yang melanggar aturan tersebut sehingga santri yang melanggar tersebut harus dihukum atau bahasa lainnya ditazir agar santri tersebut tidak menyesal telah melanggar aturan tersebut dan menyadari kesalahannya. Problematika sarana dan prasarana, tidak semua pondok pesantren memperbolehkan santri – santrinya membawa prasarana yang tidak harus dibawa di pondok pesantren, misalnya alat elektronik berupa handphone, walaupun dalam pondok pesantren tidak memperbolehkan santri – santrinya membawa alat elektronik, tetapi terkadang ada santri yang membawanya diam – diam dan ini termasuk problematika dalam pondok pesantren tersesbut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Formal.
1.  Problematika Pendidikan Islam di Madrasah Ibtidaiyyah.
    Sejak semula, tidak tertampungnya sebagian warga Negara usia 7-12 tahun pada sekola dasar ditanah air ini merupakan masalah yang harus ditangani secara serius dan berkesinambungan. Mengabaikan masalah ini akan menimbulkan masalah – masalah baru yang lebih sulit diatasi, misalnya tidak tertampungnya anak –anak usia sekola pada sekolah dasar akan mencetak manusia – manusia buta huruf yang tidak mungkin dapat berpartisipasi aktif dalam membangun diri dan bangsanya, yang berarti sebagian human resources sebagai modal dasar pembangunan nasional menjadi hilang dan tidak dapat dimanfaatkan, jenjang pendidikan menengah dan tinggi akan kehilangan/kekurangan basisnya yang baik sebagai calon peserta didik.[6]
     Usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi pendidikan pada sekolah dasar antara lain :
a)      Mendirikan sekolah dasar yang baru.
b)      Merehab / memperbaiki gedung sekolah dasar.
c)      Menerapkan wajib belajar enam tahun terhadap anak usia sekolah
7 – 12 tahun sejak 2 Mei 1984 M.
d)     Memberi kesempatan pada masyarakat untuk mendirikan sekolah – sekolah dasar swasta.
e)      Mendirikan SD / MI kecil didaerah – daerah terpencil.
f)       Mendirikan SD / MI pamong untuk menampung anak –anak yang droup –out belum tamat SD / MI.
g)      Menggalakan kelompok belajar (kejar) paket A dan B guna memberantas buta huruf yang meliputi tributa : buta aksara, buta angka, dan buta bahasa. [7]
      Problematika pendidikan islam formal, misalnya madrasah, madrasah adalah sekolah atau perguruan yang didasarkan pada agama islam. Sedangkan, jenjangnya ada Madrasah Ibtidaiyyah yaitu sekolah agama islam tingkat dasar (SD). Sesungguhnya istilah madarasah bukanlah asli dari Indonesia, tapi ia muncul pertama kali pada abad X atau XI Masehi di Timur Tengah, dalam konteks Indonesia, Pendidikan madrasah merupaan fenomena modernisasi Pendidikan islam di Indonesia, salah satu upayanya adalah pengembangan sistem pendidikan tradisional Islam yang awalnya diadakan di masjid, langggar, dan pesantren tanpa batas waktu dan batas usia peserta didiknya dikembangkan menjadi sistem klasikal, Yakni mendapat perjenjangan, penggunaan fasilitas bangku serta papan tulis, hingga memasukan materi pengetahuan umum dalam kurikulumnya, yang dinamakan ‘’Madrasah’’ dimaksudkan untuk membedakan antar lembaga pendidikan islam modern dengan lembaga pendidikan islam tradisional maupun pendidikan ‘’sekolah’’.
         Ditinjau dari aspek sejarah, ada dua factor yang melatarbelakangi kemunculan madrasah, yaitu :
a)      Adanya Penggugatan atas sistem pendidikan islam tradisonal yang kurang bisa memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat.
b)      Adanya kekhawatiran atas cepatnya perkembangan lembaga sekolah yang dipelopori oleh belanda, sehingga bisa menimbulkan pemikiran yang sekuler di Masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat muslim berusaha melakukan reformasi melalui upaya pengembangan pendidikan dan pemberdayaan madrasah.[8]
                             Jadi, Madrasah adalah lembaga pendidikan yang diakui secara hukum yang orientasi utamanya untuk mengadakan pembaharuan pendidikan islam, baik dari segi keilmuan, manajemen, sistem pembelajaran, dan pasca terbitnya SKB 3 Menteri 1975 yaitu untuk memenuhi formalitas ( ijazah, memakai seragam, terdapat manajemen profesionalitas, dll).[9] Jadi Problematika Pendidikan Islam dilembaga formal, misalnya Madrasah adalah kurang maksimalnya kinerja yang mencakup manajemen madrasah, dan aspek lainnya yang terdapat dimadrasah, serta kurangnya perlengkapan yang dibutuhkan oleh madrasah sehingga proses belajar mengajar kurang efisien dan kurang maksimal.
2.      Contoh problematika pendidikan islam di MI Ya BAKII 03 Kesugihan.
MI Ya BAKII 03 Berdiri pada tahun 1978, yang beralamat di Jl. Cemeti Gunungbatur Kesugihan, Cilacap. Di MI Ya BAKII 03 Kesugihan terdapat beberapa aspek problematika pendidikan islam didalamnya diantaranya :

a)      Problematika Peserta didik.
 Dalam iklim yang kompetitif sekarang ini, sulit bagi organisasi untuk dapat hidup dengan baik jika tidak memiliki kemampuan untuk mengubah diri dengan cepat dan mampu berkembang seiring dengan berbagai tuntutan stakeolder, kondisi ini berlaku hampir pada keseluruan organisasi baik yang bersifat profit maupun organisasi yang bersifat nonprofit, madrasah sebagai lembaga nonprofit juga tidak terlepas dari fenomena ini, itulah sebabnya dalam banyak hal lembaga pendidikan arus mengetahui berbagai hharapan dan kebutuhan stakeholder.[10] Di MI Ya BAKII 03 salah satu problematika pendidikan yang dihadapi dilembaga tersebut adalah mengenai peserta didik, jumlah peserta didik yang sedikit yang hanya bejumlah 64 saja dilembaga ini, ini termasuk kondisi yang memprihatinkan, sehingga pendidik sangat sulit menggali potensi – potensi dan bakat – bakat dari peserta didik yang harus dikembangkan untuk masa depannya, banyak dari masyarakat yang menyekolahkan anak –anaknya di SD yang letaknya tidak lumayan jauh dari MI Ya BAKII 03 Kesugihan ini, minat masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya dilembaga ini sangat tipis. Sudah berbagai cara yang dilakukan oleh pendidik dan kepala sekolah agar jumlah peserta didik dilembaga ini bisa bertambah, cara yang dilakukan meliputi dari pendidik sudah mensosialisasikan lembaga ini dengan cara memasang item gambar dll, tetapi tetap saja jumlah peserta didik masih sedikit.

b)      Problematika Pendidik.
Dalam setiap satuan pendidikan formal pada jenjang pedidikan dasar, pendidik merupakan sentral pelaksana kurikulum.Pendidik harus lebih mengenal, memahami, dan melaksanakan hal- hal yang tertuang dalam kurikulum, tanpa guru kurikulum adalahh benda mati yang tiada berarti.Dalam pendidikan, guru mempunyai tugas ganda, yaitu sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Sebagai abdi Negara, guru dituntut melaksanakan tugas – tugas yang telah menjadi kebijakan pemerintah dalam usah mencerdaskan kehidupan bangsa, dan sebagai abdi masyarakat, guru dituntut berperan aktif mendidik masyarakat dari belenggu keterbelakangan menuju kehidupan masa depan yang gemilang. Mengenai problemat guru ini difokuskan pada masalah kualitas guru, kuantitas guru, kenaikan pangkat guru, dedikasi guru dan kesejahteraannya.[11]
 Problematika di MI Ya BAKII 03 Kesugihan mengenai pendidik, dilembaga ini Jumlah Pendidik masih sangat sedikit, sehingga lembaga ini masih membutuhkan Pendidik untuk mendidik peserta didik di MI Ya BAKII 03 Kesugihan, Pendidik tetap di MI Ya BAKII 03 Kesugihan hanya berjumlah 5  pendidik, sebelum tahun 2011 jumlah pendidik dilembaga ini hanya ada 3 pendidik saja, 3 Pendidik yang sudah sertifikasi lalu setelah itu bertambah 2 Pendidik lagi, salah satu dari Pendidik tersebut sudah PNS. Dan ada pendidik yang sukarelawan mendidik di MI Ya BAKII 03 Kesugihan tersebut, Pendidik tersebut belum lulus kuliah sehingga pendidik tersebut hanya bisa mengajar sampai jam.10 siang karena pendidik tersebut harus kulia tetapi pendidik tersebut turut membantu pengembangan dilembaga tersebut, di MI Ya BAKII 03 Kesugihan masih membutuhkan pendidik untuk mata pelajaran Pendidikan Agama,
b.Inggris dan Matematika. Jadi hal ini sangat miris sekali karena lembaga tersebut kekurangan pendidik, jumlah pendidik yang sedikit juga termasuk problematika pendidikan islam di madrasah yang membuat proses belajar – mengajar menjadi kurang maksimal.
c)      Problematika Sarana dan Prasarana.
   Sarana Pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnnya proses belajar mengajar, Prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik pendidik maupun pesrta didik untuk berada di sekolah, disamping itu juga diharapkan tersedianya alat – alat atau fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif, dan relevan dengan kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan pengajaran.[12]
   Di MI Ya BAKII 03 Kesugihan Sarana dan prasarana belum terpenuhi, fasilitas masih seadanya ini membuat proses belajar mengajar kurang maksimal tetapi disekolah ini sudah memakai proyektor untuk proses belajar mengajar, di MIYa BAKII 03 Kesugihan juga terdapat perpustakaan yang sumber bukunya masih kekurangan tetapi setiap tahun ada anggaran dari BOS ( Bantuan Operasi Sekolah ), kurang lebihnya 7% dari BOS untuk keperluan membeli buku, perpustakaannya juga belum teradministrasi dan tersusun, jika peserta didik mau membaca buku tidak perlu memakai kartu perpustakaan.
d)     Problematika Keuangan.
Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan.Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian mnajemen pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan proses belajar mengajar disekolah bersama komponen – komponen lain. Dengan kata lain setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari maupun tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu dikelola sebaik- baiknya, agar dana – dana yang adadapat dimanfaatkan secara optimal untukmenunjang tercapainya tujuan pendidikan.[13] Di MI Ya BAKII 03 Kesugihan Pembiayaan atau keuangan sangat kurang, lembaga ini masih sangat banyak membutuhkan dana untuk perbaikan lembaga ini dan untuk gaji pendidik, pendidik diberi upah gaji seadanya saja bahkan terkadang ada pendidik yang ikhlas membantu di lembaga tersebut tanpa upah gaji sepeserpun, tetapi dai pihak kepala sekolah selalu mengusahakan agar upah gaji bisa merata berikan para pendidik walaupun ada salah satu pendidik yang ikhlas tidak diberi upah gaji tetapi kepala sekolah selalu mengusahakan semua pendidik mendapatkan gaji walaupun tidak seberapa yang penting bisa merata.
e)      Problematika Kurikulum.
    Dalam pendidikan, Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan merupakan pedoman bagi pengajar dalan melaksanakan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan, yang lazim menjadi masalah dalam pembahasan ini, adalah kenyataan kurikulum pendidikan di Indonesia sering kali berubah, bahkan sampai muncul kesan bahwa setiap ganti menteri pendidikan hampir dapat dipastikan terjadi pergantian kurikulum. Padahal perubahan kurikulum itu jelas berpengaruh kuat terhadap proses belajar mengajar antara peserta didik dengan didik, serta terhadap beban hidup masyarakat. Perubahan kurikulum membawa dampak negatif yang dapat ditekan seminim mungkin. Suatu kurikulum tidak akan mampu dipertahankan dalam jangka waktu yang relatif lama, kurikulum yang dinilai telah using, yakni kurikulum yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan sosial, tidak sesuai dengan perkembanganilmu pengetahuan dan teknologi, juga tidak sesuai dengan tuntutan tenaga kerja, maka harus diperbaharui.[14] Kurikulum yang dipakai di Mi Ya BAKII 03 Kesugihan tidak semuanya sama, di Mi Ya BAKII 03 Kesugihan memakai dua kurikulum yaitu kurikulum 2013 dan Kurikulum KTSP, untuk kelas 1, 2, 3, dan 6 di lembaga ini menggunakan Kurikulum 2013, sedangkan untuk kelas 4 dan 5 di lembaga ini menggunakan Kurikulum ktsp, ini termasuk problem yang ada di MI Ya BAKII 03 Kesugihan karena perubahan kurikulum yang berbeda.
3.      Cara Mengatasi Problematika Pendidikan Islam di Mi Ya BAKII 03 Kesugihan.
a.       Pendidik dan kepala sekolah lebih mensosialisasikan lembaga tersebut ke masyarakat – masyarakat lebih luas lagi agar banyak masyarakat – masyarakat yang berminat menyekolahkan anak – anaknya bersekolah di Mi Ya BAKII 03 Kesugihan.
b.      Kepala sekolah berusaha mengondisikan keadaan perpustakaan yang sistemnya belum berjalan terstuktur agar terstruktur sehingga peserta didik berminat membaca dan meminjam buku diperpustakaan.
c.       Kepala sekolah melaporkan keadaan dan problematika yang ada dilembaga ini, agar pemerintah juga membantu menyelesaikan problematika yang ada dilembaga ini, mengenai pembiayaan dan keuangan agar sarana dan prasarana dapat tercukupi dll.
B.     Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Non Formal.
1.        Problematika pendidikan Islam di Pondok Pesantren.
   Pesantren merupakan lembaga yang tumbuh dari bawah, yaitu karena dikehendaki dan dibangun oleh masyarakat bahkan oleh perangkat pemerintahan desa, namun demikian peran kiai sebagai sosok utama dalam pendirian dan pengembangannya sangat dominan, pesantren merupakn lembaga pendidikan islam yang paling otonom, artinya lembaga yang tidak bisa diintervensi dari sudut pandang apapun oleh pihak – pihak luar kecuali atas izin kiai, disini dapat dilihat bahwa kiai merupakan sosok pemimpin yang menentukan kebijakan secara mutlak, sebagai pusat kurikulun, dan sebagai pemilik pondok pesantren.[15]Menghadapi arus deras perkembangan dunia, salah satunya melalui globalisasi, sesungguhnya pesantren disuguhi bebarapa perubahan keidupan sosial – budaya yang tak terelakkan, dalam menghadapi kenyataan itu pesantren mau  tak mau harus memberikan respon yang mutualis, sebab pesantren tidak dapat melepaskan diri dari bingkai perubahan-perubahan tersebut. [16]
2.      Contoh Problematika Pendidikan Islam di Pondok Pesantren Asaasunnajaah.
Pondok Pesantren Assasunnajaah beralamat di Jl. Kebon salak Rt 02 Rw 06 Kesugihan cilacap, Pesantren ini didirikan pada tahun 1870an oleh KH. Hasyim Thohir, beliau wafat pada tahun 1960, Setelah beliau Wafat pondok pesantren ini mengalami kemunduran dan mengalami banyak problematika sehingga sistem dipondok pesantren ini tidak berjalan seperti dahulu, dikarenakan belum ada yang menggantikan posisi Kh. Hasyim thohir untuk mengajarkan agama islam, putra – putra beliau belum bisa menggantikan posisi Kh. Hasyim thohir dikarenakan pada saat itu  putra – putra beliau masih berada diluar kota kesugihan, putra –putranya masih mondok dipesantren jombang jawa timur, putra – putra beliau kh. Dahri hasyim dan kh. Jabir Hasyim, Pondok ini tidak berjalan seperti dulu karena tidak ada pengasuhnya dan berdasarkan perkembangan zaman banyak sekolah – sekolah yang berada disekitar pondok pesantren ini, tetapi pondok pesantren ini tidak memperbolehkan santri – santri untuk bersekolah, atau dalam artian pondok pesantren ini tidak menerima calon santri ingin mondok disini sambil bersekolah, sehingga keadaan ini membuat pondok pesantren ini semakin tidak berkembang dan sistem dalam mengajarkan agama islam tidak berjalan.
           Lambat tahun putra dari Kh. Hasyim thohir yaitu Kh. Dahri hasyim sakit sehingga beliau harus kembali kerumahnya, setelah beliau sembuh beliau menikah dengan ibu Hasyimah dengan dikarunia 6putra, setelah itu beliau membangkitkan kembali Pondok pesantren ini dan pondok pesantren ini  mengalami mengalami kemajuan kembali, karena sebelum diasuh oleh Kh. Dahri hasyim pondok pesantren ini tidak memperbolehkan santri – santrinya mondok dan bersekolah, setelah diasuh oleh Kh. Dahri hasyim beliau memperbolehkan santri – santrinya sambil bersekolah, sehingga jumlah santrinya makin bertambah, lalu setelah itu beliau menikah lagi dengan ibu Masyirah, dengan dikaruniai 5 putra, setelah itu pada tahun 2004 Kh. Dahri hasyim wafat dan digantikan oleh putra kedua dari istri pertama yaitu Kh. Lutfillah Dahri untuk menjadi pengasuh pondok pesantren ini sampai sekarang dengan jumlah santri kurang lebih 250 lebih. Banyak peraturan – peraturan yang harus ditaati oleh santri – santrinya, tetapi ada satu peraturan yang sering dilanggar dan tidak ditaati oleh santri – santrinya ini merupakan problematika yang harus dihadapi dipondok pesantren tersebut untuk memperbaiki akhlakh dalam pendidikan islam, peraturan yang sering dilanggar oleh kebanyakan santri –santrinya yaitu mereka secara diam – diam bertemu dengan santri lawan jenis, sehingga mereka harus mendapatkan hukuman biasa disebut dengan istilah tazir, yaitu mereka dihukum oleh pihak pengurus pada jam. 12 malam, yaitu pada jam. 12 malam dari pihak pengurus membangunkan seluruh santri – santri termasuk santri yang tidak mentaati peraturan tersebut, untuk santri yang tidak mentaati peraturan tersebut harus masuk kedalam sumur kecil atau selokan yang sangat kotor yang sudah disiapkan lalu santri – santri yang melihat itu juga diperbolehkan untuk melempar air yang sangat kotor, telur yang sudah busuk dll kepada santri yang telah melanggar aturan pondok, hal itu ditujukan agar santri – santri itu mentaati peraturan pondok dan sadar bahwa hal tersebut tidak seharusnya dilakukan, tetapi banyak dari mereka yang terus melanggar peraturan pondok tersebut walaupun mereka tahu resikonya. Problematika yang lain yang ada dipondok pesantren ini adalah mengenai prestasi atau bakat – bakat dari santri, prestasi dan bakat – bakat dari santri – santri saat ini sulit untuk dimunculkan, prestasi santri – santri saat inipun menurun. Ini sangat dikhawatirkan untuk  masa depan santri – santri tersebut, dan sangat dikhawatirkan untuk masa depan pondok pesantren ini dalam mencetak santri – santri yang berbakat, dan berprestasi,  karena hal ini sangat berpengaruh dalam perkembangan pondok pesantren dan perkembangan akhlakh santri.
3.      Cara Mengatasi Problematika Pendidikan Islam di Pondok Pesantren Asaasunnajaah.
a.       Membuat Strategi pengajaran pendidikan agama islam yang bisa membuat santri – santrinya lebih bersemangat dalam menuntut ilmu dilembaga ini, sehingga bakat – bakat akan bermunculan dengan sendirinya sesuai bakat masing –masing santri dan sehingga prestasi – prestasi akan mudah diraih oleh santri – santri, sehingga prestasi  dan bakat akan meningkat dikalangan santri.
b.      Untuk mengatasi santri yang tidak mentaati peraturan pondok, dari pihak pondok harus lebih tegas lagi dalam menentukan hukuman untuk santri – santri yang melanggar, jika ditetapkan hukuman tersebut santri – santri masih saja melanggar, dari pihak pengurus atau pengasuh pesantren menerapkan hukuman yang lebih dari itu agar santri –santri tidak melakukan hal itu lagi, jika masih saja melanggar maka dari pihak pengurus atau pengasuh menerapkan sistem point pelanggaran, misalnya jika banyak point pelanggaraan yang dilakukan oleh santri – santri tersebut, maka akan semakin berat hukumannya.

BAB III
PENUTUP
a.       Kesimpulan.
       Setiap lembaga, lembaga fomal dan informal pastinya mempunyai kelemahan dan kelebihan masing – masing, disetiap lembaga juga pasti mempunya problematika yang berbeda – beda, dan itu harus bisa dilalui ole lembaga tersebut agar lembaga tersebut bisa berkembang dengan baik dan pembelajaran pendidikan islam dilembaga tersebut bisa berjalan dengan baik, dan  efisien, di Mi Ya Bakii 03 kesugian misalnya terdapat problematika diantaranya problematika pendidik, problematika peserta didik, problematika sarana dan prasarana, problematika keuangan dan pembiayaan, dan problematika kurikulum, itu harus bisa dilalui agar lembaga tersebut dapat berkembang dan maju.
          Di Pondok Pesantren Asaasunnajaah misalnya terdapat problematika yang diantaranya banyak santri – santri yang melanggar aturan pondok pesantren dan menurunnya prestasi dan bakat dari santri – santri dipesantren tersebut, jadi dari pihak pesantren juga harus bisa cara mengatasi problematika yang ada dipesantren tersebut agar proses belajar pendidikan islam bisa berjalan dengan baik, sehingga dapat mencetak santri – santri yang berakhlakh mulia untuk penerus masa depan.
b.      Saran.
      Seharusnya pihak dari Mi Ya Bakii 03 Kesugihan melaporkan tentang kurangnya keuangan dan pembiayaan kepada pemerintah agar pemerintah mau ikut serta dalam pembangunan Mi Ya Bakii 03 kesugihan, sehingga sistem perpustakaan dapat terstruktur, upah gaji guru dapat merata, sarana dan prasarana dapat tercukupi, dan dari pihak lembaga ini juga arus terus semangat berusaha dan berjuang mensosialisasikan lembaga ini kemasyarakat agar jumla peserta didik dapat bertambah, dan terus berusaha mensosialisasikan tentang kurangnya guru dilembaga ini sehingga lembaga ini tidak kekurangan guru lagi.
     Di pondok pesantren asaasunnajaah problemanya diantaranya santri yang melanggar aturan pondok pesantren, seharusnya dari pihak pesantren menindak lanjuti lebih tegas, apabila diterapkan hukuman tersebut, tetapi masih saja santri – santri melanggar aturan pesantren hukuman tersebut mungkin harus diubah lebih tegas lagi agar santri – santri tersebut tidak melakukan lagi, ataupun diterapkan sistem point pelanggaran dan jumlah maxsimal point pelanggaran, misalnya setiap santri melanggar diberi point, apabila dari santri tersebut banyak memperoleh point pelanggaran maka semakin berat hukuman santri yang melanggar dan apabila santri tersebut memperoleh jumlah pount pelanggaran melebihi batas maxsimal maka dari pengurus dan pengasuh harus menyerahkan santri tersebut ke kedua orangtuanya, cara ini dilakukan agar tidak banyak santri yang melanggar dipondok pesantren tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Nur. 2014. Manajemen Perubahan di Pondok Pesantren. Yogyakarta: Teras
Rohmad, Ali. 2009. Kapita Selekta Pendidikan. Yogyakarta: Teras
Muhaimin. 2009. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Manab, Abdul. 2015. Manajemen Kurikulum Pembelajaran di Madrasah. Yogyakarta: Kalimedia
Rohiat. 2012. Manajemen Sekolah. Bandung: Refika Aditama
Mulyasa. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya
Amin, Rifqi. 2015. Pengembangan Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara
















[1]Rohmad Ali, Kapita Selekta Pendidikan, hlm. 43.
[2] Rohmad Ali, Kapita Selekta Pendidikan, hlm, 52.
[3] Manab Abdul, Manajemen Kurikulum Pembelajaran di Madrasah, hlm, 71
[4] Rohiat, Manajemen Sekolah, hlm, 27.
[5] Efendi Nur, Manajemen Perubahan di Pondok Pesantren, hlm, 167.
[6] Rohmad Ali, Kapita Selekta Pendidikan, hlm.19                         
[7] Rohmad Ali, Kapia Selekta Pendidikan, hlm.20
[8]Amin Rifqi, Pengembangan Pendidikan Agama Islam, hlm. 197.
[9]Amin Rifqi, Pengembangan Pendidikan Agama Islam, hlm. 199.
[10] Muhaimin, Manajemen Pendidikan, hlm, 23.
[11] Rohmad Ali, Kapita Selekta Pendidikan, hlm.52
[12]Mulyasa, Manajemen berbasis sekolah, hlm, 49.
[13] Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, hlm, 47.
[14] Rohmad Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam, hlm, 41.
[15] Amin Rifqi, Pengembangan Pendidikan Agama Islam, hlm, 196.
[16]Amin Rifqi, Pengembangan Pendidikan Agama Islam, hlm. 218.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar